indomietelorkeju

indomietelorkeju
Hidup yang dimenangkan adalah hidup yang dipertaruhkan

Total Pageviews

Tuesday, 3 February 2015

Sehina itukah menjadi karyawan?



"Ah bro, gue kayaknya nanti mau jadi wirausaha aja bro. Males gue jadi karyawan disuruh-suruh" "Iya nih males banget gue ngeliat lu berangkat subuh dan pulang malem, mending gue jadi pengusaha aja dah. Jadi bos"

Pernahkah anda mendengar kata kata mutiara itu? Saya pribadi, sangat amat sering mendengar kata-kata mutiara itu bahkan pernah terucap dari mulut saya sendiri ketika saya yang dulu masih magang di perkuliahan. Saya merasa keheranan dengan orang yang rela berdesakan setidakmanusiawi itu di kereta. Dan disaat yang sama juga, di kampus kampus dan di sekolah sekolah didengungkan dalil dalil bahwa terhormatnya menjadi enterpreneur dan pengusaha muda. Dengan mengambil beberapa contoh mahasiswa atau bahkan orang putus sekolah yang sukses membangun bisnisnya, dalil dalil ini menjadi sahih hingga menjadi opini publik dimana: "Menjadi bos enterpreneur adalah mulia, buat kaya dan pekerjaan mudah"

Pesan pesan subliminal itu awalnya masuk ke otak saya, tapi tak ada sampai hitungan jam pesan pesan itu langsung luntur di otak saya. Saya pribadi menganggap sebuah wirausaha adalah sebuah jalan mulia yang tiket-nya didapatkan dengan dua hal: bakat dan usaha keras. Bolehlah saya anggap saya adalah pekerja keras, tapi bakat? Saya tidak bakat untuk hal yang semulia itu. Ini serius, boleh jadi asumsi saya salah tapi sejauh saya memandang pengalaman kawan-kawan saya berbisnis, banyak yang rontok ditengah jalan karena menurut saya bukan hanya mereka tak berusaha keras tapi bakat mereka memang bukan disitu. Berbisnis tidak cukup mempunyai cristiano ronaldo, bisnis juga harus mempunyai lionel messi. Begitulah analogi gampangnya.

Saya menyaluti setinggi-tingginya mereka yang membuat usaha yang sukses. Namun saya akan kasihan sedalam dalamnya bagi mereka yang mengnggap menjadi karyawan itu hina karena otak mereka sebebal itu. Sebelum menjadi bos, semua orang pasti pernah menjadi karyawan. Pernah ada orang bijak bilang: "Jika kamu ingin menjadi imam, jadilah makmum yang baik terlebih dahulu". Sekalipun kamu adalah founder dari sebuah usaha, tetaplah kamu adalah karyawan. Karyawan dari siapa? Dari selera masyarakat, Jelas. Jika kamu tidak mau dibudaki oleh selera masyarakat, berakhir lah sudah bisnisnmu.

Saya juga kasihan kenapa mereka sejijik itu terhadap karyawan. Padahal simbiosis karyawan dan bos adalah simbiosis yang sama dengan domba dan penggembalanya. Pada awal, kita akan mengira domba domba yang diikat oleh penggembala, kehidupannya terenggut karena dilehernya dipasang tali oleh penggembala agar si domba tidak kabur. Tapi kalau kita lihat lebih jauh, sebenarnya penggembala lah yang terikat. Penggembala tidak mungkin berada jauh dari domba, karena ikatan tali itu tidak panjang panjang amat. Dan seharian itu, si penggembala tidak boleh jauh jauh dari dombanya karena takut dombanya kabur. Begitu juga dengan karyawan dan bos, tanpa ada karyawan anda tidak akan pernah disebut bos. Siapa yang anda pimpin memangnya? Kentut?

Kalau budaya hinaan itu diteruskan, tak heran kalau ada jurang yang begitu besar antara kaum atas dan kaum bawah. Tak heran juga mental mental bossy akan terus menjamur. Padahal kalau kita sadar, bos dan karyawan bukanlah hubungan vertikal melainkan horizontal.



#Tulisan ini disponsori oleh kata-kata mutiara yang sering saya dengar dari mulut mulut orang yang hidupnya tidak lebih baik dari orang yang berdesakan di kereta. Orang yang mereka nyinyiri.