Jean baptist say, seorang ekonom tersohor tahun 1700-1800an, bilang kalau supply create its own demand dan pernyataan itu dibantah beratus-ratus tahun kemudian oleh seorang bernama keynes dan beranggapan bahwa demand create its own supply. Teori supply demand ini memang tidak akan ada habisnya selama titik ekuilibrium orang orang berbeda beda adanya dan ditulisan ini saya tak akan menjabarkan turunan turunan rumus ekonomi ataupun kisah adu logika antara say dan keynes melainkan coba membedah kedua asumsi ekonom tersebut di keseharian yang nantinya bisa menghasilkan kesimpulan logis.
Saya pribadi masih bingung dan sepertinya akan terus bingung siapa yang mengcreate siapa, ini tak ada bedanya dengan teori fisher antara inflasi dan sukubunga atau yang lebih mudahnya hubungan kausalitas keduanya tak akan mudah tertebak layaknya hubungan ayam dan telur. Tapi preferensi saya, sebenarnya kepada apa yang say katakan 'Supply create its own demand'. Kenapa? Kenapa ya, prosesnya cukup panjang dan juga cukup aneh mengingat saya adalah salah satu orang yang menyukai aliran keynessian. Tapi akan saya coba menjelaskan memakai teori empiris logis bukan dengan derivatif langrangean dkk.
Dulu saya adalah orang yang percaya kalau "Demand create its own supply". Bertahun-tahun sebagai anak ekonomi saya sangat percaya dengan teori itu karena meliat geliat pasar yang terjadi di dunia. Orang selalu "butuh" sesuatu yang baru dan pasar selalu "menyediakan" apa yang mereka butuh. Sadarkah kalian kalau manusia butuh eksistensi? Saya sadar dan pasar juga sadar sepertinya, lalu mereka buat sosial media macam path, facebook, instagram dan lain lain. Atau selera musik misalnya, ketika booming boyband dan girlband tiba tiba pasar menyediakan dengan jumlah yang sangat banyak. Dan pengamal teori ini yang paling keren buat saya adalah si pembuat tongsis: Kurang jenius apa? Si pembuat tongsis melakukan terobosan yang paling mutakhir di abad ke 21 dengan membuat "supply" terhadap "demand" orang orang yang hasrat foto fotonya tinggi tapi malu untuk minta foto. Dia memang pengamal teori keynes dengan taat.
Tapi pelan pelan doktrin itu pudar di otak saya. Kenapa?
Pertama dan yang paling penting adalah karena saya yakin selera orang bisa dibentuk. Selera itu bisa kok dikotak-kotakan dan bisa dirubah rubah sesuai kemauan orang yang mengerti tentang pola merubah selera. Media, adalah senjatanya dan advertising adalah pelurunya. Semakin menarik media semakin menarik pesan pesan baik tersirat, tersurat ataupun subliminal sekalipun akan merubah pola pikir manusia tersebut. Saya yakin betul dengan hal itu, karena saya pernah mengalami sendiri. Ambil contoh dalam kasus rokok: Ketika saya menonton film hollywood yang dimana para aktor merokok dengan sangat nikmat, demand saya terhadap rokok pun naik. Ketika saya menonton premium rush misalnya, demand saya untuk mempunya fixie pun naik drastis untungnya saya tak punya uang untuk membeli fixie hehe. Wanita pun begitu, ketika menonton film film korea yang katanya romantis, demand untuk diromantisin pun naik dan pacarnya jadi korban.
Kedua dan terakhir, apa yang selalu kita lihat setiap hari akan menjadi permintaan dan kebutuhan buat kita. Contoh nyata, waktu SMP saya pernah diajarkan tentang burung finch di galapagos dimana darwin menjadikannya sebagai penguat teori evolusi. Burung finch lambat laun menunjukan proses evolusi di bentuk paruhnya yang semakin lama mengecil, karena harus terbiasa untuk memakan kacang-kacangan di kepulauan itu. Dan pernahkah kita mendengar kalau pelaku pemerkosaan seringkali punya alasan yang sama ketika melakukan perkosaan: "Terlalu banyak menonton video porno atau tidak kuat godaan melihat aurat yang seringkali terumbar (sengaja/tidak)".
Mungkin alasan saya tak cukup ilmiah tapi kiranya cukup logis untuk dipikirkan. Atas kedua alasan ini kita harus berhati-hati dengan apa yang kita lihat setiap harinya karena sadar atau tidak selera selalu terbentuk dan dinamis. Jangan sampai kita menjadi orang yang mempunyai doktrin "You only see what you want to see" karena "want" itu bisa dibentuk dengan mudah secara sadar atau tidak sadar.
nicely written boy. love it
ReplyDelete