indomietelorkeju

indomietelorkeju
Hidup yang dimenangkan adalah hidup yang dipertaruhkan

Total Pageviews

Saturday 30 November 2013

Concert Review: The Sigit Detournement , Naik Hajinya Para Insurgent Army

Source: @Thesigit
Mungkin agak sedikit telat untuk menulis review konser yang berlangsung 26 sepetember 2013, tapi tidak ada salahnya menulis telat daripada tidak menulis sama sekali. 26 september 2013 mungkin akan dikenang sebagai naik hajinya para insurgent army, karena selain itu konser tunggal untuk launching album detourn the sigit, pada hari itu juga adalah hari jadi 10 tahun band tersebut berkarir, saya yakin the sigit sudah cukup layak diberikan predikat legenda hidup musik indie Indonesia.

Kalau saya boleh bilang konser ini adalah konser dengan pelayanan dan publikasi terbaik di kelasnya. Banner, pamflet dan teaser sudah disebarkan jauh jauh hari, ibaratkan teroris kelas atas, konser ini sudah menyebarkan teror dari jauh jauh hari agar semua yang melihat merasa terteror dan datang ke konser ini. Saya pun terteror dari agustus. Selain itu informasi dan fasilitas yang disediakan untuk konsumen benar benar membantu, dari mulai info hotel dekat venue, angkutan umum apa yang bisa digunakan untuk sampai venue, sampai ada jasa untuk penyewaan bus dari domisili masing masing. Konsumen adalah raja, mungkin itu prinsip yang dipakai oleh promotor dari event ini. Salut.
Source: Private Collection

Tiba juga hari dimana saya akan melunasi teror hebat yang telah diberikan. Hari sabtu 26 september 2013,  seperti pada biasanya bandung penuh sesak. Ini sudah sangat biasa. Yang tidak biasa adalah ada segerombolan orang menuju the venue eldorado, dimana banyak orang yang berniat untuk memabrurkan status insurgent armynya. Saya termasuk di kebanyakan orang tersebut, saya dan ketiga kawan saya bermaksud untuk bernostalgia menyanyikan lagu lagu the sigit dari zaman Did I Ask Your Opinion sampai Ring of Fire. Berangkat dari bogor, kami pun amnesia kalau 2 hari setelahnya kami ada ujian tengah semester.

Source: Private Collection
Jam Setengah 7 malam saya sampai venue eldorado, benar saja tempat itu sudah dipenuhi oleh banyak orang. Antrian tiket pun sudah menyerupai antrian semut diantara kue kue yang jatuh. Untungnya, antrian untuk masuk gate cukup lancar. Sebelum benar benar menyaksikan the sigit, setelah melewati gate pertama kami dipersilahkan untuk pemanasan terlebih dahulu di area tunggu. Area tunggu ini benar benar surga untuk mereka yang ingin berfoto foto karena banyak photobooth dan juga manekin the sigit atau ingin mencharge segala macam gadget yang sebenarnya bisa mengurangi kenikmatan menonton konser jika terus dipergunakan walaupun artis sedang pentas. Di sini juga ada merch-merch asli dari the sigit yang sayang untuk dilewatkan.

Waktunya pun tiba, kami sudah boleh masuk ke tempat 4 pemuda bandung merayakan ulang tahun ke 10 nya. Tidak ada MC, dan saya kira saya masuk bioskop itu kesan pertama yang saya dapatkan setelah mendengar suara announcer yang mengagetkan beberapa penonton. Ekslusif.  Big screen si ‘have you seen him’ diberikan untuk mendukung nuansa misterius sembari menunggu the sigit untuk tampil. Tak ada gading yang tak retak, karena beberapa hal teknis yang saya kurang mengerti, jeda untuk menunggu the sigit tampil agak cukup lama. Penonton pun banyak mengeluhkan hal yang sama, tapi ini tidak menyurutkan mereka untuk berteriak ‘The sigit.. The sigit.. The sigit!”
Source: @thesigit

Doa mereka pun terjawab, Lagu Detourne pun dijadikan lagu pembuka.  Dengan memakai jubah, semua personil the sigit tampil misterius. Rekti pun memberikan gimmick gimmick yang tidak akan saya lupakan, di tangan rekti diluksikan dua buah mata yang disebut ‘Hand of fatima’. Gambar mata ini pasti sering disalah artikan sebagai iluminati, saya heran mungkin sudah banyak diantara kita yang otaknya iluminatisentris. Rekti menjulurkan hand of fathImanya dan seolah memberkahi para penonton untuk dijauhkan dari hal hal yang jahat.  Boleh dibilang detourne sukses menjadi pembuka mega konser ini. Jujur ada 3 lagu yang saya sangat tunggu untuk ditampilkan live, detourne salah satunya.

source: Private Collection
Sukses detourne diikuti oleh lagu lagu terdahulunya ‘Horse’ dan ‘let it go’ menyajikan choir dadakan dari para penonton. Saya sedikit gusar, karena hingga lagu let it go, gitar rekti tidak terdengar begitu jelas di tempat saya berdiri, di sisi kiri.  Tapi kegusaran itu bisa ditutupi dengan mantap oleh sound gitar dari farri.  Setelah black summer dimainkan, tibalah lagu red summer, lagu yang masuk dari 3 lagu yang saya inginkan malam itu. Mungkin di red summer,bisa dibilang saya mencapai tingkat klimaks dan akhirnya orgasme. Andai suara gitar rekti lebih jelas, tingkat klimaksnya pun akan lebih tinggi dan saya orgasme 3 kali lipat.

Tata cahaya di konser dan segala macam visual dalam konser ini perlu diberikan acungan jempol, di lagu no hook dan conundrum kualitas visua mereka menunjukan kelas nomor satu. Aliran darah seperti dilambatkan secara sengaja oleh farri.

Source: @thesigit
Gate of 15th , Tired Eyes dan Ring Of Fire adalah iring iringan lagu selanjutnya yang tetap bisa menjaga hype para penonton. Lalu ada ‘am feeling’, yang dibawakan sangat ngeri oleh the sigit dan juga para choir , yang tingkat kengeriannya lebih dari conjuring. Nah tibalah lagu ketiga yang saya tunggu, Owl and Wolf. Benar saja, sisi feminisme para lelaki disini keluar, mereka semua bernyanyi dan merasakan kegalauan yang dialami serigala dan burung hantu, yang dikemas akustik dengan menyisakan rekti dengan gitarnya yang berkolaborasi dengan Marsella Safhira Farhat.

Sesudah owl and wolf terbitlah ‘midnight mosque song’ yang mengingatkan kita untuk solat malam. Jeda sejenak ada sebuah percakapan singkat antara rekti dengan penonton, dan memberitahu kalau ini konser mereka yang ke 10 tahun, ucapan terimakasih kepada keluarga dan ucapan rekti yang sangat memorable adalah ‘ Nanti konser ini saya akan terus ingat dan ceritakan kepada cucu saya, dimana nanti anak saya akan saya beri nama sam, dan cucunya adalah son of sam '.

Source: The sigit
Son of sam pun sontak saja langsung disambut meriah oleh tepuk tangan penonton. Cognition, up and down dan provocateur melanjutkan choir choir penonton yang tidak kenal lelah. Black amplifier, yang merupakan hymne para insurgent army pun dimainkan, body surfing merupakan hal yang sangat wajar. Semua sudah sangat larut dalam euforia konser ini. Let the right one in dimainkan sekaligus menandai konser ini telah berakhir. Ternyata penutupna hanya sebuah halusinasi, the sigit kembali naik panggung dan membawakan tembang tembang nostalgia dari album terdahulu. Clovedoper, the party dan money making sukses menjadi trisula maut untuk mengenang konser 10 tahun the sigit ini.

Overall konser ini bisa dibilang sukses. Distorsi yang memanjakan telinga, gimmick gimmick yang membuat kontroversi, choir dan semua instrumen yang ada hingga tata lampu yang menyajikan permainan visual yang memanjakan mata seolah menjadi bukti tegas bahwa THE SIGIT adalah band yang sudah layak kita berikan status sebagai salah satu band terbesar di Indonesia. Dibalik semua kekurangan yang ada, konser ini layak dinyatakan berhasil memabrurkan saya, para insurgent army, dan para pecinta konser di tanah air kita, di tanah ring of fire.

Saturday 23 November 2013

Medioker, Antithesis, dan 16 November 2013

Sabtu tanggal 16, tepat 7 hari yang lalu telah terjadi peristiwa yang mungkin untuk saya pribadi sama dengan apa yang dirasakan oleh pemuda rengasdengklok pada 16 agustus 1945. Tanggal 16 itu adalah naik hajinya saya bermain musik selama di kampus, mungkin belum mabrur, tapi lumayan lah karena hajinya terasa spesial karena haji di hari sabtu. Saya pribadi, biasa saja dalam bermusik, malah cenderung medioker kalau boleh dibilang. Tapi tuhan selalu menyayangi kaum kaum semenjana seperti saya ini, tuhan mengirimkan beberapa orang disekeliling saya yang sangat handal dalam bermusik, tidak hanya satu orang tapi banyak. Yang harus disyukuri, mereka mau tergabung dengan saya yang hanya biasa biasa saja.

Sedikit bercerita, perkenalan saya dengan musik,gitar khsusunya, lebih romantis dari cerita cinta anak sekolah menengah atas. Awalnya, kita berkenalan di sekolah menengah pertama, image bisa bermain gitar sama dengan image merokok kala itu, merokok=gitar=keren. Maafkan kerdilnya pikiran saya tuhan. Dan saya adalah otodidak sejati, bahkan awalnya gitar yang saya pakai untuk belajar adalah gitar teman. Karena 'sangat ingin menjadi keren' saya terus belajar menghafal kunci tanpa mempunyai gitar. Time Flies, akhirnya saya punya gitar sendiri, yang masih ada hingga kini. Dengan gitar itu saya perlahan berubah pikiran bahwa berman gitar bukan untuk menjadi keren, tapi bermain gitar adalah untuk mengisi laparnya otak kanan saya. Hingga kini belum terlintas untuk menjadikan gitar sebagai komoditas ekonomi. Belum. Semoga tidak.

Jika saya terus berbicara tentang perkenalan saya dengan gitar, saya yakin akan lebih mengantuk membaca blog ini daripada menonton shawsank redemption pada malam hari. Mari kita lanjut ke tanggal 16 kemarin. Bangun pagi kala itu terasa biasa saja, malah cenderung malas karena harus ke kampus pagi pagi buta. Tidak ada yang menarik untuk diceritakan dari rentang 07.00-17.00. Lebih menarik menonton upacara bendera pukul 5 pagi di semua stasiun TV kala baru tayang. Senja pun datang, ini tandanya waktu saya dan teman teman tampil sudah mulai dekat. 

Saya kira saya akan melewati malam minggu sama dengan malam minggu biasanya, bahkan bisa dibilang hambar karena malam minggu ini hujan. Memasuki back stage, saya masih biasa saja. Ketika mengintip venue kita akan tampil, adrenalin saya sedikit dipompa. Penonton ricuh riuh oleh MC yang sedang top flight, danang darto yang terkenal karena komennya. Ricuh riuhnya penonton sedikit membuat ricuhnya perut saya, kalau saya sedang sedikit gugup perut saya akan berkontraksi tanpa alasan jelas. 

20.00 lewat beberapa menit akhirnya kami masuk panggung. Walaupun kami cuma dessert di malam itu, bukan main course yang diisi oleh abdul&cofee theory, souljah dan rio febrian, kami mencoba all out di panggung sebesar itu dan mencoba mengganjal nafsu penonton yang sudah siap melahap main course yang ada. Diantara beberapa lagu yang kami bawakan ada dua lagu yang pernah saya sebut dalam ikrar yang bunyinya seperti berikut ; "Kalau saya bawakan lagu ini di kampus ini, saya berasa naik haji, tapi kayaknya susah." Ikrar itu terucap ketika mengobrol dengan metronome musik terbaik di kampus ini yang sekaligus menjadi teman setia saya dari awal masuk kampus, Raditya anggoro. Pada semester 3 kalau tidak salah. Tidak sekali dua kali ikrar itu diucapkan, karena saya pribadi agak kurang percaya kalau lagu ini bisa dibawakan disini.


Tapi kami pun membuat anti  thesis dari ikrar yang saya ucapkan tadi, kami akhirnya selesai membawakan dua lagu tersebut. Every teardrop is waterfall dan Fix You, yang mampu membuat saya lemas dan terharu ketika penonton melakukan choir dadakan pada malam itu. Terlebih lagi, pada part terakhir lagu Fix You, Bayu, Vokalis dari band saya, menjadi dirijen untuk penonton yang menjadi choirnya. Paduan suara pada part itu adalah paduan suara terindah buat saya pribadi. Seumur saya hidup saya hanya bisa melihat chris martin menuntun penonton di belahan dunia untuk bernyanyi bersama pada lagu fix you, dan pada hari sabtu itu, bayulah yang menuntun penonton didepan mata saya untuk bernyanyi. Bayu memang prototype chris martin yang pernah saya temui. Choir tersebut telah memukul telak saya dan thesis saya. Oh you got it.

Saya pun sebenarnya agak bingung ingin menulis apa selain tulisan terima kasih. Terima kasih kepada teman teman saya yang sangat hebat pada malam itu dan malam malam sebelumnya saat latihan. Terima kasih kepada bayu, anggoro, dimas, yusuf dan nada karena mau berkompatriot dengan medioker seperti saya dan menggagalkan thesis saya. Terima kasih kepada bowo karena dokumentasinya. Terimakasih juga kepada penonton dan panitia yang membuat sabtu malam itu sama sama indah untuk semua pihak semacam simbiosis mutualisme. Terima kasih juga kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu karena bisa membuat saya mengucapkan terimakasih seperti ini. Terima kasih kepada tuhan karena masih memberikan kesempatan saya untuk mengucapkan terimakasih.

Thesis yang saya bangun dan saya doktrin bertahun tahun kepada diri saya sendiri dihilangkan seenaknya saja dalam kurang dari satu menit oleh barisan kata seperti ini "Lights will guide you home and ignite your bone, and i will try to fiix you". Sungguh antithesis yang sangat membahagiakan saya. Terima kasih tuhan, saya sang medioker masih diberi untuk mencicipi sedikit kebahagiaan. Akhirnya saya merasakan apa yang david moyes rasakan ketika mengalahkan arsenal kemarin. Terimakasih.

Friday 22 November 2013

Friday/Jumat

Orgasmenya hari adalah hari jumat. Menurut saya, jumat adalah titik klimaks dari tujuh hari yang ada. Titik klimaks ini sudah mempunyai tagline atau hymne untuk merayakan orgasmenya, yang sering kita dengar dengan 'TGIF' ( Thanks God Its Friday). Entah darimana awalnya tagline itu berasal, yang jelas tagline itu memang benar adanya. Jumat, adalah simbol kemerdekaan yang sangat utuh. 

Jumat, adalah hari dimana para pegawai bersemangat kerja dan semakin jarum jam mendekati petang, semakin tinggi pula hormon serotonin si pegawai tersebut.  Jumat juga, adalah hari yang bisa dibilang paling macet karena semua orang berlomba lomba untuk membunuh waktu di hari jumat seproduktif mungkin. Harusnya para kapitalis menjadikan semua hari menjadi hari jumat. Marx pun pasti akan bersedih karena teori marxiannya bisa jadi tidak berlaku.

Kebanyakan orang itu termasuk saya juga ternyata. Jumat terlalu sayang untuk dilewatkan biasa saja. Jumat terlalu basi jika hanya dilewatkan dengan menulis didomain blog ini saja. Jumat menjadi candu yang lebih sakit dari rokok sekalipun. Entah Jumat itu merit atau demerit, siapa yang peduli.

Selamat menikmati jumat kalian. Jadikan Jumat kalian mengorgasme Senin-Kamis. Dan orgasme kalian tahan sampai minggu.

Sincerely; Jumat/Friday.