Source: @sebelahmata_erk |
Rasa
ingin datang kembali memuncak ketika melihat kolom comment, yang menyebutkan
ini konser terakhir efek rumah kaca mengingat cholil akan menetap lama di amerika.
Oke, saat itu juga saya mantap meluncur ke Jaya Pub, sebuah bar iconic di
Jakarta. Tiba di Jaya Pub, saya tiba saat polka wars sudah setengah jalan.
Walaupun penuh sesak, jayapub kemarin terasa sendu seakan mengiringi kepergian
cholil ke amerika. Polka Wars, tampil apik dan memang pantas jika dilabeli
salah satu pendatang terbaik di tahun ini bersama dengan kelompok penerbang
roket serta sigmun. Ketika Polka Wars turun panggung, mata kami mencuri curi
ingin tahu dimana keberadaan cholil cs. Kurang lebih 8 menit setelah polka wars
turun panggung, cholil naik panggung sembari menuntun Adrian yang tampil casual
malam itu. Spanduk yang bertuliskan “ada ada saja sifat kawan kita” dengan foto
cholil ditengah dipasang dan lagu “merah” menjadi pembuka konser perpisahan itu. Dang!
Album
Sinestesia dibabat habis di 1/3 awal konser terkecuali lagu “Kuning”. Shout
Shout kencang dialunkan saat lagu “Biru” didendangkan dan rasa merinding selalu
saja menghantui ketika lagu “Putih” didendangkan. Oia, di sela sela konser ERK
mengkonfirmasi kalau ini merupakan konser terakhir mereka hingga waktu yang
tidak bisa ditentukan. Setelah album sinestesia beres, ERK membawakan hits
lamanya: “Cinta Melulu”, lagu yang mengenalkan saya pertama kali dengan efek
rumah kaca. Setelah itu, lagu favorit saya: “Sebelah Mata” dibawakan, tak pelak
rasa haru biru terus menggelayuti karena Adrian turut menyanyi sepenuh hati
lagu ciptaannya ini. Tak pelak, barisan choir di jaya pub kembali meraung
diiringi hujan besar yang mengguyur Jakarta malam itu. Lagu “Kau dan Aku menuju ruang hampa” ,
“Hujan Jangan Marah”, “Mosi tidak percaya” dan “Di Udara” menyusul di belakang.
Semangat efek rumah kaca sangat terasa di “mosi tidak percaya” dan “di udara”,
saya tidak pernah lupa bagaimana Adrian sangat total dalam bernyanyi malam itu.
Konser itu pun ditutup oleh lagu “kuning” yang sebenarnya sempat dilanjut oleh
lagu “Melankolia” itupun setelah penonton berteriak “We Want More! We Want
More!”
Tak
terasa itu adalah konser terakhir efek rumah kaca dan kita tak akan pernah tahu
kapan akan melihat trio pop minimalis ini kembali naik panggung. Overall malam
itu benar benar malam yang perpisahan pas, minimalis, hangat namun tetap
bergelora. Selamat jalan efek rumah kaca, band pop Indonesia terbaik yang
pernah saya dengar. Menyamakan efek rumah kaca dengan radiohead dan mew adalah sebuah
kesalahan besar karena efek rumah kaca lebih dari itu. Saya sangat salut karena efek
rumah kaca giat menciptakan pasar sendiri di dalam dunia music Indonesia dan
kisah romantis yang harmonis diantara trio itu melengkapi kesempurnaan efek
rumah kaca. Pesan saya untuk mas cholil: Jangan lupa pulang mas, pasar pasar
yang sudah diciptakan efek rumah kaca akan selalu rindu untuk dibakar
energinya.
Source:
@cholil
|
Sampai jumpa di waktu yang entah kapan, ERK! Pasar bisa diciptakan! Tetap berelegi!