indomietelorkeju

indomietelorkeju
Hidup yang dimenangkan adalah hidup yang dipertaruhkan

Total Pageviews

Tuesday 15 October 2013

Kisah percintaan saya, sepakbola dan Indonesia

Saya akan bercerita tentang suatu hal yang membuat Indonesia bersatu. Saya akan bercerita tentang hubungan percintaan saya dengan hal tersebut. Saya akan bercerita tentang sesuatu hal yang tidak membanggakan bagi rakyat Indonesia, tapi tetap dicintai oleh bangsa Indonesia. Sepakbola.

 Sepakbola membawa kebahagiaan tersendiri bagi saya sejak kecil. Saya adalah anak yang tidak mempunyai bakat khusus dalam olahraga, semua olahraga saya bisa, tapi yaa, sekedar bisa saja. Tidak jago ataupun fokus disitu. Sepakbola adalah cabang olahraga yang sangat berbeda bagi saya, olahraga ini menyatukan anak antar kampung, anak antar daerah, bahkan anak anak antar negara. Dan beruntungnya saya, saya tinggal di negara yang tingkat fanatisme terhadap sepakbola sangat tinggi. Walaupun tak jarang, sepakbola memunculkan perseturuan antar fans atau bahkan antar daerah. Daerahnya tidak salah, yang salah hanya beberapa oknum yang sudah overdosis fanatisme tanpa memikirkan logika otak kirinya terlebih dahulu.

 Kembali lagi ke hubungan percintaan saya dengan sepakbola, saya dan sepakbola berkenalan sejak saya duduk di taman kanak kanak. Kita di 'mak-comblangkan' oleh anak anak komplek saya kala itu, kita selalu bermain bola di jalanan, dengan bola plastik. Awalnya saya kurang suka dengan sepakbola, karena saya pernah di 'jebret' (fyi saya bukan komentator bola yang lagi ramai diperbincangkan saat ini) oleh tetangga saya, dan mengenai hidung saya, lalu mimisan. Tapi sepakbola seolah terus merayu saya untuk menggodanya.

 Lambat laun perkenalan kita semakin dekat, saya dan sepakbola semakin rutin bertemu saat petang, saat anak anak SD pulang sekolah kita selalu bertemu. Lalu pada saat weekend atau malam hari kita pun bertemu, tapi bedanya dia di layar kaca dan saya di ruang tv. Saya selalu gemar menonton sepakbola sedari kecil, dan tim idola saya hingga saat ini masih sama, sebuah klub yang tadinya dilatih oleh kakek tua pengunyah permen karet dari skotlandia yang sudah mengabdi di klub tersebut untuk 27 tahun dan sekarang digantikan oleh juniornya dari skotlandia pula, Manchester United.

 Hubungan saya dan sepakbola semakin mesra, walaupun saya tidak jago jago amat bermain bola dan saya jarang menembus tim utama dalam sekolah saya, tapi dia mengerti saya, sepakbola selalu menawarkan sesuatu yang sangat menarik untuk dimainkan atau bahkan diperbincangkan. Dia selalu menerima saya, sebagai diri saya yang utuh. Hingga ketika saya menginjak sekolah menengah atas, saya agak sedikit mencapakkan sepakbola, karena saya terus digoda oleh dunia musik, karena kami telah dijodohkan dari lahir. Sepakbola hampir tidak ada di kepala saya ketika SMA.

 Di akhir SMA, saya mulai jenuh dengan jodoh saya sejak lahir. Saya lalu coba menghubungi sepakbola dengan berbagai cara, meminta maaf dengan cara melihat lihat berita sepakbola yang saya lewatkan selama ini, dan bermain futsal dengan siapa saja yang sedang ingin bermain. Untungnya saya tinggal di Indonesia, negara yang sangat mencintai sepakbola daripada olahraga lainnya, padahal prestasinya tidak bagus bagus amat, tapi sepakbola terus dicintai. Hubungan yang sangat ikhlas kan?  

Sampai pada akhirnya saya di tingkat perkuliahan, saya dan sepakbola mengikat janji suci, walaupun saya tetap tidak jago sepakbola dan saya tetap tidak masuk tim utama, saya dan sepakbola memutuskan untuk terus bersama. Dia menjadi istri kedua saya, setelah jodoh saya dari lahir tadi. Sepakbola sekarang sudah menjadi alasan saya menulis, saya sangat gemar memperbincangkan taktik, strategi, dan mengkritik suatu tim sepakbola. Mungkin takdir saya bukan menjadi pemain, tapi hanya sebatas pengamat.

 Kisah cinta saya dan sepakbola ini, mirip dengan kisah cinta sepakbola dengan Indonesia. Sepakbola minim prestasi dan kurang membanggakan, tapi tetap dicintai oleh masyarakat Indonesia. Kita bisa lihat di pelosok pelosok bahkan di perkotaan yang paling modern sekalipun, pasti ada yang bermain sepakbola, baik itu di lapangan rumput atau sekedar bermain futsal. Kita bisa lihat venue nonton bareng selalu penuh, tidak peduli seberapa malam pertandingan disiarkan. Kita juga bisa lihat ketika kemarin kemarin timnas Indonesia besutan alfred riedl ataupun timnas garuda muda u-19 kita main, bagaimana bisingnya Stadion tersebut. Jebret!.

 Jika sepakbola menjadi lebih baik, pada dasarnya, sangat memberikan efek domino yang baik ke semua elemen masyarakat. Yang pertama, untuk pemain sepakbola dan semua badan yang bergerak di dalamnya pastinya. Tempat nonton bareng seperti cafe, kedai, atau warung kopi sekalipun terkena dampaknya. Penjual baju bola juga meraup keuntungan yang banyak dari semakin membuminya sepakbola, selain itu penjual asongan etc yang berjualan di dekat stadion terkena efek domino jika sepakbola kita lebih baik. Antusiasme Indonesia terhadap sepakbola sangatlah akut, sudah stadium empat mungkin.
  Atmosfer seperti inilah yang membuat saya selalu bangga dan bahagia tinggal di Indonesia. Semua cinta sepakbola disini. Walaupun sepakbola jarang memberikan apapun yang membanggakan untuk negeri ini, walaupun sepakbola kadang bisa menimbulkan konflik antara satu dengan yang lainnya, Sepakbola selalu menempati tempat yang istimewa di mata masyarakat. Kisah percintaan sepakbola dengan Indonesia, seperti dua orang yang menjalin hubungan cinta buta. Semua yang dilakukan pasangannya selalu baik dimatanya, padahal tidak selalu.

 Dan semoga tuhan merestui hubungan sepakbola dengan masyarakat Indonesia dengan mengirimkan malaikat untuk memenangkan prestasi prestasi yang sangat diidam idamkan oleh masyarakat Indonesia ini. Semoga tuhan mendengar doa anak anak atau semua penggemar sepakbola yang mengidam idamnkan lahan kosong untuk dimainkan sepakbola. Sepertinya tuhan sudah mulai mengabulkan doa saya, dia kirim lusinan malaikat dalam bentuk Timnas u-19 yang Juara. Syukurlah, Terima kasih tuhan, saya menjadi sedikit lebih betah dan bangga tinggal di Indonesia.

No comments:

Post a Comment