indomietelorkeju

indomietelorkeju
Hidup yang dimenangkan adalah hidup yang dipertaruhkan

Total Pageviews

Thursday 8 May 2014

Rahasia Dibalik: "Dulunya Benci, Sekarang Jadi Suka"

sumber:favin.com

Membenci seperti menjadi pekerjaan paling mudah di kehidupan sekarang. Melihat ada orang berulah dikit, kita langsung gak suka. Sebel. Melihat ada orang berhasil, pasti ada orang yang berusaha mencari celah hina diantara kesuksesan orang tersebut. Orang yang pandai membenci biasanya punya seribu satu alasan kenapa dia benci hal tersebut. Lain halnya dengan menyukai. Menyukai bagaikan sebuah gift dari tuhan, kita tidak tahu kapan rasa suka itu akan datang, bagaimana dia datang. Menyukai sesuatu dan seseorang kadang tanpa alasan. Menyukai yang benar benar menyukai memang tanpa ada syaratnya.

Tapi batas benci dan suka (sebenernya klise) sangat tipis. Banyak orang orang bilang kaya gini, "Dulu padahal gua gasuka sama dia, tapi lama lama jadi suka" atau "Dulu gw padahal gasuka sama orang yang suka makan bawang, tapi lama lama enak juga ya" bahkan ada juga yang kaya gini "Sialan padahal dulu gw suka banget sama kopi tapi sekarang engga deh". Dan masih banyak percakapan blabla lainnya di keseharian. Kenapa setipis itu?Apa sih rahasianya?Apa itu karma? Apa itu sebuah misteri yang tak terpecahkan? Engga juga, ini alasannya:

1. Darimana kita datang

Darimanakah kita datang? Dari menyukai-kah? Atau dari membenci-kah? Umumunya jika kita datang dari sebuah kesukaan probabilitas menjadi sebuah kebencian akan semakin besar. Kenapa? Karena menyukai tidak perlu dipikir, Menyukai kebanyakan adalah sesuatu hal yang subjektif. Tak seperti membenci yang objektif. Ketika kita menyukai sesuatu, dalam perjalanannya kita akan menemukan celah celah cacat dari sesuatu tersebut, karena keobjektifan kita sudah tumbuh seiring berjalannya waktu. Dan yakinlah kesukaan kita pasti akan menurun ke taraf "Suka, Biasa saja, Kurang suka". 
Jika kita datang dari apa yang kita benci, kita biasanya membawa seribu satu macam alasan kenapa kita membenci sesuatu tersebut. Alasan tersebut dipakai sebagai suatu pembenaran agar menganggap diri kita kalau dengan kita membenci itu adalah sesuatu yang benar. Tapi seiring berjalannya waktu, otak kita terlalu lelah untuk berpikir mencari alasan alasan untuk membenci sesuatu tersebut. Alhasil dinding yang kita buat mengendur, dan perasaan sudah mulai berbicara. Akhirnya? Kita suka dengan hal tersebut.

2. Seberapa jauh mengenal.

"Cinta pada pandangan pertama (Jijik)" sebuah frasa yang didengung dengungkan di sinetron atau di film film, yang memang benar adanya. Bagaimana mungkin ketika pertama kenal langsung cinta? Mungkin saja, karena menyukai adalah sesuatu yang tanpa alasan. Tapi semakin lama kenal, kita jadi bosan, kita jadi tahu kurangnya apa, kita jadi tahu cacatnya apa. Akhirnya, biasa saja. Sama halnya dengan membenci, awalnya benci bahkan liat mukanya aja udah jijik. Jika kita ditanya kenapa kita membenci dia? Pasti keluar beribu ribu alasan "Ya dia nyebelin, dia tuh gayanya gini, dia tuh jelek dll". Tapi seiring waktu berjalan, kita tahu alasan yang kita pikir itu ternyata dibuat buat. Kita juga semakin lama, semakin lelah benegatif ria. Dan menemukan keindahan yang terselip di kekurangannya. (Aiih mateee)

3. Orang yang kita benci adalah idola kita

Biasanya orang yang kita benci tanpa kita kenal lebih jauh itu adalah orang yang lebih tinggi daripada kita. Tapi ego kita menolak itu, karena ego kita biasanya tidak mau ada orang yang diatas kita. Manusiawi lah kaya gitu. Yang engga manusiawinya, ketika kita harus membenci orang yang sebenernya kita look up dan sebenernya kita adore banget sama dia. Biasa, engga mau kalah. Narsis

4.Hati-Hati!

Hati-hati,biasanya orang yang terlalu kita benci malahan akan menjadi orang yang paling kita suka kedepannya. Soalnya kita membenci ataupun menyukai orang tersebut dengan alasan yang kuat, dengan proses yang panjang dan dengan pemikiran yang objektif. Well, biasanya yang kaya gini hubungannya akan signifikan di jangka panjang. Dan hati hati jangan terlalu suka sama sesuatu atau seseorang. Karena kita subjektif awalnya, ketika semakin lama-semakin lama, otak kita tambah belajar tapi ekspektasi kita masih di awal. Yang ada hanya kecewa dan lebih ke ngerasa biasa aja nantinya.

Terakhir, ini cuma penelitian pribadi aja. Tak ada data valid. Tak ada teori teori terkenal. Yang ada cuma pengamatan dari pembicaraan dan tingkah polah lingkungan saya di sehari-hari. Tapi bukan tidak mungkin, kalau teori ini terselip di kehidupan anda nantinya atau bahkan di tulisan anda nantinya.

Kalau iya, jangan lupa tambahkan (Rifki, 2014). Karena plagiat sama dengan pembunuhan.

No comments:

Post a Comment