indomietelorkeju

indomietelorkeju
Hidup yang dimenangkan adalah hidup yang dipertaruhkan

Total Pageviews

Friday, 17 January 2014

Seks, sudah naik kelas-kah?


image source:©dosomething.org


Artikel ini hanya ditujukan kepada mereka yang dewasa dan yang sudah berpikir dewasa.

"Jangan ngomong gitu nak, itu jorok!" Sang ibu memarahi anaknya ketika mengeluarkan kata kata yang berbau kelamin, yang bahkan anaknya tidak sungguh sungguh tahu apa arti yang diucapkannya. "Ayo merem jangan lihat itu dosa!" Kata orang tua, karena sang anak melihat adegan ciuman di televisi. Mungkin peristiwa itu terjadi ketika film kartun dan lagu anak anak ramai ditemui di pertelevisian indonesia, sekitaran 15 tahun lalu mungkin. Sekarang? Saya sangat jarang mendengar dialog dialog yang berisi petuah konservatif itu. Karena apa? Karena seks telah naik kelas.

Seks sudah jauh tinggi dan luas maknanya dibanding seks jaman dahulu, bisa dikatakan seks juga ikut menikmati proses globalisasi seakan tidak mau kalah dengan negara sedang berkembang. Zaman dahulu sekali, tujuan orang melakukan seks adalah sederhana. Mewariskan keturunan. Memperbaiki keturunan. Atau sekedar ingin membuat dinasti dari clan tertentu misalnya, agar tahta kerajaannya tidak jatuh ke sembarang orang yang notabene berbeda darah. Sangat sederhana sekali, dan mungkin seks dulu identik dengan tempat tidur dan malam hari. Seks adalah peristiwa hubungan suami istri yang biasanya dilakukan di tempat tidur dan ketika malam hari untuk mendapatkan keturunan. Ya, hanya sekadar itu saja.

Tapi sekarang, seks sudah melebar jauh maknanya. Seks bukan lagi sekadar 'Buat anak'. Seks sudah sekelas dengan sepakbola sekarang. Seks bukan hal yang tabu untuk dibicarakan depan umum, bertanya tentang isu isu seks bukan hal yang perlu dipersalahkan sekarang, dan seks juga sekarang sudah menjadi gaya hidup. Kenapa saya bisa bilang seperti itu? Banyak sekali faktor hingga sampai sekarang saya bingung mau mulai darimana, tapi saya akan mulai sekarang.

Seks sudah dikomersialisasi, seks sudah menjadi ladang bisnis yang basah, Situs porno misalnya, situs porno menawarkan rekreasi fantasi untuk para budak budak nafsu fantasi seksnya masing masing. Bahkan tidak sedikit yang berlangganan secara reguler di situs porno guna memupuk semangat perbudakan atas seks. Fantasi fantasi seks setiap manusia yang berbeda satu sama lainnya, telah dimanfaatkan para pegiat bisnis, untuk menjadikan fantasi sebagai produk mereka. Distributor-nya jelas, bintang bintang porno yang siap membuat celana anda bertambah sempit. Dan sebagian dari kita, hanyalah lagi lagi sebagai konsumen. Andaikata kita tidak berlangganan di situs porno, saya ingin tanya, berapa kuota modem anda yang habis untuk mengunduh konten konten pornografi? Atau sekadar melihatnya di internet? Atau waktu yang hilang ketika anda browsing situs situs porno tersebut?  

Tidak hanya itu, seakan tidak ingin disamakan dengan kucing, homo sapien ini sekarng melakukan hubungan seks dengan banyak gaya dan juga banyak aliran. Melakukan seks di kamar adalah hal yang kolot, melakukannya di tempat tempat aneh itu keren, seperti kamar mandi misalnya, atau menghias kamar anda menjadi nuansa 70an yang membuat adrenaline dan tingkat keajaiban fantasi anda semakin meningkat. Melakukan seks dengan telanjang bulat adalah hal yang biasa saja, sekarang sudah banyak dijual kostum kostum yang lagi lagi bisa memuaskan fantasi anda semua, dan juga lagi lagi bisa dijadikan ladang bisnis untuk para mereka yang bermental enterpreneur. Melakukan seks dengan gaya yang biasa saja adalah hal yang basi, anda pasti pernah dengar kamasutra? Seni dalam bercinta? Yang menawarkan banyak gaya untuk bercinta agar terlihat nyeni. Dari sepenggal cerita diatas sudah tersurat bahwa, seks sudah melakukan invasinya ke sektor ekonomi dan seni.

Yang lebih mengherankan, banyaknya peristiwa aborsi dan penjualan kondom semakin masif membuat saya boleh berasumsi kalau seks sekarang sudah tidak bertujuan, seks sudah menciderai ideologinya sendiri. Seks yang awalnya tujuan untuk memperbanyak keturunan, sekarang tujuan itu adalah hal yang paling dihindari. Pola pikir homo sapien muda yang belum mapan ini memang aneh aneh saja, lantas untuk apa mereka melakukan seks? Mereka suka prosesnya bukan tujuannya. Mereka sangat menuhankan kenikmatan sesaat daripada menuhankan tuhan itu sendiri, walau memang tak bisa ditampik kalau godaan indahnya bercinta kala muda itu bukan bualan belaka. Andai ini juga diimplementasikan kedalam bekerja atau belajar, mereka bodo amat dengan gaji, mereka bodo amat dengan ipk, mereka menikmati prosesnya. Saya yakin, rendang adalah menu utama di setiap resto di kota london.

Oiya satu lagi, seks telah menjadi sebuah advertising dan branding yang kuat sekarang. Mungkin ini hanya terjadi di Indonesia sepertinya, dalam tujuh tahun terakhir film horror yang belum menemukan aktris yang bersedia untuk berpenampilan seksi sudah dijamin akan sepi pengunjung. Hingga sekarang saya sangat susah menemukan korelasi antara seks dengan horror, anda bisa bantu saya mungkin?

Deretan kasus di atas adalah bukti bukti kecil yang bisa membuktikan hipotesis saya kalau seks sudah naik kelas. Seks adalah gaya hidup yang tidak terelakan, seks juga seperti manusia ternyata, mengalami proses globalisasi dan juga industrialisasi. Merasa bersalah atau tidak. setiap orang mempunyai perspektif dan pembenaran masing masing. Tapi kalau seks sudah bukan pada tempatnya dan bukan pada tujuannya, masih layakkah seks saya bilang naik kelas? atau malah seks sekarang sudah turun kelas jauh daripada arti seks itu sendiri? Sehingga seks sudah layak dinamai sebagai seks itu sendiri?

Sejujurnya kadang saya merindukan percakapan antara ibu dan anak seperti di paragraf pertama yang menandakan generasi kita masih sehat. 

Artikel ini hanya ditujukan kepada mereka yang dewasa dan yang sudah berpikir dewasa.

1 comment: