Ini adalah sebuah pengantar dari sebuah ode. Sebuah intro dari sebuah ode panjang. Sebuah ode yang bercerita tentang kisah anak anak manusia, yang ditinggalkan dan yang meninggalkan. Ode ini dibuat dari keluh kesah, pahit getir, redup terang seorang anak adam dalam setahun perjalanannya, dari januari ke januari. Dari januari ke januari, ia melakukan sebuah metamorfosa panjang, layaknya sebuah hewan yang berhibernasi panjang.
Anak manusia ini kehilangan, kehilangan messiahnya. Anak manusia ini berhutang banyak kepada anak manusia lainnya, berhutang sebuah pelajaran bahwa hidup bukanlah seremeh opera sabun, atau hidup bukanlah seberat memecah batu kali. Hidup adalah apa adanya, paham laissez faire, laissez passer lah yang ada di bola matanya. Hidupnya tenang dan bertuhan, tidak seperti anak manusia yang pertama yang terus gundah dalam ketidakbisaan tidurnya, berhari-hari, berbulan bulan.
Anak manusia yang pergi ini, memberikan pertolongan yang besar, maka tidak heran anak manusia yang ditnggalkan beserta yang lain bermunajat kepada yang kuasa agar "si petualang", julukan dari si yang ditinggalkan ke yang meninggalkan, tenang dan bahagia disana. Sudah barang tentu, dia akan bahagia disana. Dan anak manusia yang kehilangan, hanya bisa membuat tulisan dan ode rongsokan yang sebenarnya tidak sebanding dengan si petualang beri kepadanya. Anak manusia ini hanyalah seonggok daging yang tidak jelas hidup atau tidak dan si petualang adalah sebuah ruh yang sudah bebas.
Mereka berdua saling berteman hingga sekarang. Ketiadaan hanyalah sebuah fantasi, karena sudah layaknya kita semua menuju ketiadaan. Utopia utopia yang di dunia ini hanya busuk belaka tak lebih dari bangkai tikus yang lama lama bersatu dengan aspal. Retorika retorika dari mulut beberapa orang terpelajar pun hanyalah sebuah ilusinasi yang membuat penging telinga. Mereka hanya mewakili orientasi orientasi kolonial jengis khan. Beruntungnya, si petualang sudah pergi ke tempat kebahagiaan itu mudah di dapat seperti mudahnya menemui orang licik di negeri ini. Dia adalah mahakarya, bahkan tuhan pun tidak sabar ingin cepat cepat memanggilnya.
Izinkanlah, anak manusia ini tidak melulu menjadi daging busuk. Izinkanlah anak manusia ini menuliskan sebuah ode, disamping doa yang terus terpanjat. Izinkanlah, saya berbuat sedikit untukmu. Walau ini hanya remeh, tapi tolong berikanlah saya izin untuk menuliskan sebuah ode untuk seorang yang aku anggap,
Sahabat.
Sahabat.
No comments:
Post a Comment