Teruntuk sebuah nama disana.
Sebenarnya ini sebuah tulisan yang sederhana, tidak pantas untuk menebus semua jasamu bersama saya selama ini. Sebenarnya ini lebih mirip sebuah ode atau prosa, bukan sebuah tulisan yang mempunyai hegemoni luar biasa besarnya dan mampu menebus semua dosaku kepadamu. Namamu adalah nama keempat yang saya ingat ketika saya sudah diujung titik nadir, pertama tuhan, kedua dan ketiga adalah ibu dan ayah, keempat adalah kamu. Berterimakasihlah kamu diberi nomor empat oleh saya, karena sila ke empat adalah bagus artinya.
Maafkan saya, karena diksi saya tidak sebagus buya hamka ataupun sutan takdir alisjahbana, ataupun wajah saya yang semakin menua semakin tidak enak untuk dilihat. Saya hanya merasa, waktu untuk menuliskan nama-mu lagi, sudah datang saatnya. Tulisan adalah sesuatu yang spontan untuk saya, tak bisa dipaksa, apalagi dibeli. Yang saya ucapkan disini sebenarnya ngalor kidul dan tidak bertujuan, lalu saya bulatkan niat tulisan ini adalah tulisan terima kasih.
Pertanyaan terimakasih untuk apa, adalah pertanyaan yang sudah pasti meluncur dari mulutmu ketika selesai membaca paragraf dua. Saya sudah lebih dari 1600 hari bersamamu, terasa sangat bodoh buat saya ketika tidak tahu kebiasaan dan tata lakumu. Terimakasih saja, telah bersabar dan rela berjalan seiringan, walau kadang tidak seiring dua iring. Saya tahu, tulisan seperti ini tidak akan bisa menutupi dahaga seorang wanita, tapi biarkan lah tulisan ini menjadi pengganjal dari laparnya perutmu akan sebuah romantisme sebuah lelaki. Karena saya hakikatnya, bukan seorang yang romantis.
Karena menurut saya, semua yang diumbar umbar akan menjadi hambar nantinya. Semua yang dipamerkan akan hilang juga nantinya. Karena saya tidak mau 'ini' menjadi hambar dan hilang, jadinya saya tidak umbar dan pamerkan ini. Ini bukan pembenaran, tapi adalah sebuah fakta yang kadang setiap orang sebelah mata melihatnya.
Karena menurut saya, semua yang diumbar umbar akan menjadi hambar nantinya. Semua yang dipamerkan akan hilang juga nantinya. Karena saya tidak mau 'ini' menjadi hambar dan hilang, jadinya saya tidak umbar dan pamerkan ini. Ini bukan pembenaran, tapi adalah sebuah fakta yang kadang setiap orang sebelah mata melihatnya.
Terimakasih sekali lagi, telah menjadi saksi hidup melihat tumbuh kembang anak kecil, menjadi anak remaja yang meledak ledak, kemudian bermetamorfosis sedikit sedikit menjadi pria yang tenang. Walau saya pribadi merasa belum menjadi pria seutuhnya pria yang ada di imajinasi saya, tapi saya tetap berterima kasih. Yang saya harapkan hanya satu kali ini, semoga saya bisa menjadi manfaat untukmu layaknya buah kelapa. Semuanya menjadi manfaat. Amin, terimakasih putri.
Tertanda
Rifky Maulana.
Pria yang sama dengan pria yang kau kenal di tahun 2008.
Rifky Maulana.
Pria yang sama dengan pria yang kau kenal di tahun 2008.
Teori Buah Kelapa: Kulitnya bisa dimanfaatkan, Apalagi dagingnya, airnya pun bisa dimanfaatkan. Tidak ada yang mubazir
ReplyDeleteNice :)
ReplyDelete